Titip Hati


Padamu aku menitipkan rasa ini. Padamu aku meletakkan kepercayaan. Dua hal itu adalah keputusan yang aku pilih.

Jika nanti ada yang menanyakan padaku perihal bagaimana bila tiba-tiba apa yang aku anggap baik-baik saja berakhir menjadi kecewa yang amat melukai?

Aku akan menjawab, “Aku tidak apa-apa. Aku akan menerima risiko atas apa yang telah menjadi pilihan hidupku”. Namun aku tidak pernah memikirkan hal yang buruk yang ‘mungkin’ akan menimpa.

Bagiku memilihmu adalah keputusan yang terbaik. Sebab aku percaya bahwa kamu tidak seperti apa yang mereka nilai. Semoga saja apa yang aku yakini ini mampu kamu jaga sepenuh hati.

Aku tidak meragu. Aku percaya bahwa kamu adalah seseorang yang tidak bermain-main perihal cinta. Itulah sebabnya aku tidak meragu sedikitpun tentangmu.

Aku berterima kasih, kamu juga bersedia menjadikanku bagian dari hidupmu. Atas hati yang bersedia menyediakan tempat untukku singgah, aku berterima kasih.

Artinya, secara tidak langsung kamu percayakan padaku perihal menjaga hatimu juga, bukan?

Tapi, aku manusia biasa yang terkadang tidak sengaja membuatmu kecewa, membuatmu menitiskan air mata. Maafkan. Bila ketidaksempurnaanku ini suatu hari nanti dengan tanpa kusadari menjadi yang menyakiti. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Jika hari-hari buruk itu tiba, entah di antara kita, kamu ataupun aku yang suatu saat nanti menjadi korban yang dilukai ataupun pihak yang melukai. Aku harap kita yang menjadi sosok yang paling sabar dalam menghadapi situasi diluar kendali.

Jangan pergi, tetaplah mendampingi dalam kondisi tersulit sekalipun. Aku pun begitu. Apa yang telah kita ikat dengan sepakat, jangan biarkan bersekat hanya karena kesalahan-kesalahan yang memang menjadi sifat manusia.

Teringat pada nasihat lama, jadilah air apabila satu menjadi api. Dan aku akan mengupayakan menjadi apa pun yang kamu mau, asal kamu tetap denganku.

Sehebat apapun kita berdebat, percayalah rasa cinta yang kita miliki jauh lebih besar dari itu. Mari saling menyadari bahwa kita masih saling ingin memiliki. Mari saling menjaga sebuah percaya. Tetaplah tumbuh kebahagiaan di antara kita. Ingatlah selalu, untuk melukaimu tidak pernah menjadi niat dalam diriku.

Dulu aku membayangkan suatu saat nanti dapat hidup berdua, menua bersama, selamanya. Dengan seseorang yang aku cinta. Hingga Tuhan berkata, sudah saatnya tutup usia.


Dan seseorang itu adalah Kamu.

Awalnya sederhana, cuma merasa saling menemukan. Seiring indahnya waktu, semua itu berganti menjadi rasa saling membutuhkan.

Dilanjutkan dengan terus saling menghargai, akhirnya kita sama-sama merasa tepat.
Kembali ke awal, mari berbahagia dengan cara paling sederhana.

Comments

Popular posts from this blog

Walau Kamu Pernah Pacaran

Penyendiri

Keputusan Anak Yatim